29 October 2007

Si Pipot...




Julukan si pipot alias pipi kempot (berlesung pipit) sebenarnya diberikan seorang tetangga kepada ayah. Ceritanya waktu kecil dulu, tetangga tersebut (siapa ya namanya...lupa) suka mencandai ayah dengan panggilan dandang pot pipi kempot. Nah...ternyata panggilan tersebut kini menurun ke adik shaki. Si adik memang memiliki lesung pipit di kedua pipinya. Beda dengan kakak Naomi yang hanya memiliki satu lesung pipit seperti ayah. Ceritanya waktu pulang kemarin, para tetangga ayah yang dulu memanggil ayah dengan sebutan pipot "mempertanyakan" lesung pipit adik yang langsung terlihat setiap adik tertawa (secara adik Shaki memang murah senyum juga sih).
"Kok bisa ya ana kempot-e kaya ramane. Kepriwe golehe nggawe dening bisa loro-lorone ana kempot-e kabeh."(Kok bisa ya ada lesung pipit-nya seperti ayahnya. Bagaimana cara membuatnya kok dua-duanya pada punya lesung pipit semua),"komentar mereka.
Dulu waktu kakak dan adik baru lahir, mbah Siti juga berkomentar sama.
"Giyeh...ana kempot-e kaya ko Har. Bisa nggo tanda, berarti kiye jelas ora mungkin ketuker ya." (Nih ...ada lesung pipitnya seperti kamu, Har. Bisa untuk tanda. Berarti ini jelas nggak mungkin tertukar ya,")canda mbah Siti waktu menunggui kakak dan adik lahir dulu.
Memang lesung pipit Kakak Naomi dan adik Shaki jadi semacam trade mark keluarga kami. Bahkan ayah yakin kalau nanti punya anak lagi, pasti akan jadi pipot keempat dalam keluarga kami. Cuma masalahnya...apa mau nambah lagi nih? Dua saja sudah repot lho...(*)

27 October 2007

Tak Sempat Foto Bersama...






Perjalanan mudik yang awalnya kami sangka akan macet dan melelahkan, ternyata tak seperti dugaan kami. Alhamdulillah semua berjalan lancar dan menyenangkan hingga Ayah berencana tahun depan Insya Allah kami ingin pulang lagi. Horee..
Kamis (10/10) pukul 11.00 pesawat Citylink yang kami tumpangi terbang ke Bandung. Tumben tidak delay. Sekitar pukul 12.25 sudah landing di Bandara Husein Sastranegara. Kakak Naomi sempat heran melihat kondisi bandara yang memang lebih "sederhana" di banding Bandara Hang Nadim Batam.
"Kok bandaranya kayak gini ya Yah?"cetus dia saat kami sedang menunggu bagasi. Ayah cepat-cepat meletakkan jari telunjuk di mulut. Tanda Kakak diminta tak banyak berkomentar lagi (lha iya lah...di kota orang gitu lho!)
Perjalanan dilanjutkan ke kantor Tribun Jabar di jalan Malabar Bandung. Kami memang memesan tiket travel dengan alamat penjemputan di kantor yang masih satu grup dengan perusahaan tempat Mama bekerja.
Ketemu dengan pak Mac, mbak Hasanah, pak Cecep, pak Asmadi dan teman-teman Tribun Jabar lain yang selama ini cuma dikenal di awang-awang aja. What a kindly people!
Jam 19.00 WIB travel datang menjemput tapi jam 21.00 baru keluar kota Bandung. Perjalanan benar-benar lancar tanpa macet. Sempat sih terhenti di Nagrek, tapi itu cuma sekitar 20 menitan karena kebetulan ada kereta melintas.
Pukul 00.30 WIb sampai di Ciamis di tempat perhentian travel dan sekalian ketemuan dengan Pakdhe Anto (kakaknya Ayah) yang dinas di Polres Ciamis. Kebetulan rumah makannya dekat dengan kantor dan rumah Pakdhe. Setelah sahur bersama, kami melanjutkan perjalanan ke Purwokerto. Meski kami pulang pada H-2, ternyata jalur selatan benar-benar bebas macet. Hanya butuh waktu sekitar tiga jam, kami sudah sampai di rumah ibu di daerah Karanglewas Purwokerto.
Sejak kami tiba, tamu terus berdatangan di rumah ibu. Selain bersilaturahmi dalam rangka lebaran, ibu mertua juga punya gawe mantu Om Toro (adik laki-laki ayah satu-satunya). Pernikahan yang sedianya dilaksanakan 4 November akhirnya diubah pada 19 Oktober setelah pihak keluarga tahu bahwa kami pulang.
Bisa dibayangkan betapa sibuknya keluarga ayah mempersiapkan pernikahan tersebut. Itu sebabnya, untuk sekadar potret bersama saja kami tak sempat...(*)

25 October 2007

Sering Dikira Kembar



Dari sekian banyak cerita menyenangkan selama mudik lebaran, bertemu dengan sanak saudara dan teman-teman yang sudah bertahun-tahun tak berjumpa, menjadi salah satunya. Sebagian sempat diwarnai dengan sedikit tangis haru, terutama dari keluarga yang biasanya selalu teringat almarhumah ibu sebagai orang pertama dalam keluarga besar kami yang tak bisa ikut berlebaran lagi sejak 16 tahun lalu.
Sebagian yang lain diwarnai dengan cerita seru. Apalagi ada beberapa kerabat yang masih sulit membedakan antara Mama dan Bunda Nea (adik ketiga dan satu-satunya yang berjenis kelamin sama dengan Mama). Padahal usia kami berdua terpaut cukup jauh, tujuh tahun. Namun seiring berjalannya waktu dan ketika kami telah menjadi bagian dari kaum ibu, banyak yang mengatakan kami berdua mirip. Bahkan seperti anak kembar yang sebaya (yang ini entah apa karena Mama yang awet muda atau Bunda Nea yang keliatan lebih matang. Hi..hi...hi).
Selama berlebaran dan bersilaturahmi dengan sanak saudara dan tetangga, ada sekitar enam orang yang terkecoh termasuk Mbah Abu Putri (ibunya almarhumah ibu yang Alhamdulillah masih sehat meski usianya sudah sekitar 85 tahun).
Waktu rombongan kami datang bersama Bapak dan kebetulan Bunda Nea yang ada di belakang Bapak, Mbah Abu Putri langsung menangis memeluk Bunda Nea.
"Oalah Peni...Peni..Kok ra tau bali yo nang Wonosobo? Mbah kangen...kepingin cerito akeh. Ojo cepet-cepet bali yo,Pen. Turu kene wae yo karo Mbah. Endi bojomu? Endi anak-anakmu?!" (Oalah Peni...Peni...kok nggak pernah pulang ke Wonosobo? Mbah kangen ingin cerita banyak. Jangan cepat-cepat pulang ya, Pen. Tidur sini saja sama Mbah. Mana suamimu? Mana anak-anakmu?).
Bunda Nea yang tadinya sudah mau terharu malah senyam senyum sambil memegang tangan Mbah Abu Putri.
"Mbah...niki Nea, sanes Mbak Peni. Mbah keliru nggih. Mbak Peni niki mbah. (Mbah...ini Nea, bukan mbak Peni. Mbah salah ya. Mbak peni yang ini),"celetuk Bunda diiringi tawa beberapa orang di dalam rumah.
Selain Mbah Abu, ada Paklik Untoro, Bulik Iin, Bulik Sahid, Bulik Yul, Om Bambang dan Mak-e (kakaknya ibu yang dulu memelihara kami sewaktu masih kecil) juga sempat terkecoh. Mak-e malah sudah sempat ngunyel-ngunyel Bunda Nea dan nepuk-nepuk pipi Bunda Nea dengan mata berkaca-kaca. Dikiranya Mama...
Dua tahun lalu waktu pernikahan Om Topan, mereka juga sulit membedakan Mama dan Bunda Nea di acara resepsi pernikahan. Mbah juga sudah sempat nangis-nangis dan memeluk Bunda Nea yag dikiranya Mama. Oalah....

08 October 2007

Tak sabar menunggu pulang

Hari-hari ini rasanya malas sekali tiap harus pergi ke kantor. Mungkin karena sudah dekat mau mudik. Apalagi tiap pulang ke rumah dan melihat tas-tas yang sudah dipacking..duh jadi pingin cepat mudik. Sudah hampir sembilan tahun lho nggak lebaran di rumah. Mbah Ridho (Bapak) juga sempat terharu waktu di telpon dan mendengar kabar mau pulang kampung lebaran tahun ini. Meski sebenarnya kami ingin membuat kejutan dengan tidak memberitahu siapapun, rupanya justru Ayah yang nggak sabar dan akhirnya membocorkan rencana tersebut. But it's ok! Mungkin inilah saatnya Allah SWT memberi banyak kelapangan kepada kami sehingga baru sekarang kami benar-benar bisa bersilaturahmi. Lengkap dengan dua anak kami, Naomi dan Shaki. Memang akan menjadi perjalanan yang melelahkan, apalagi kepulangan kami tepat terjadi H-3 sebelum Hari Raya Idul Fitri tiba. Puncak arus mudik, kata orang! Tapi insya Allah kami akan menikmatinya. Meski macet, meski capek, meski adik Shaki mungkin akan rewel....tak sabar rasanya ingin cepat pulang!!(*)