25 October 2007

Sering Dikira Kembar



Dari sekian banyak cerita menyenangkan selama mudik lebaran, bertemu dengan sanak saudara dan teman-teman yang sudah bertahun-tahun tak berjumpa, menjadi salah satunya. Sebagian sempat diwarnai dengan sedikit tangis haru, terutama dari keluarga yang biasanya selalu teringat almarhumah ibu sebagai orang pertama dalam keluarga besar kami yang tak bisa ikut berlebaran lagi sejak 16 tahun lalu.
Sebagian yang lain diwarnai dengan cerita seru. Apalagi ada beberapa kerabat yang masih sulit membedakan antara Mama dan Bunda Nea (adik ketiga dan satu-satunya yang berjenis kelamin sama dengan Mama). Padahal usia kami berdua terpaut cukup jauh, tujuh tahun. Namun seiring berjalannya waktu dan ketika kami telah menjadi bagian dari kaum ibu, banyak yang mengatakan kami berdua mirip. Bahkan seperti anak kembar yang sebaya (yang ini entah apa karena Mama yang awet muda atau Bunda Nea yang keliatan lebih matang. Hi..hi...hi).
Selama berlebaran dan bersilaturahmi dengan sanak saudara dan tetangga, ada sekitar enam orang yang terkecoh termasuk Mbah Abu Putri (ibunya almarhumah ibu yang Alhamdulillah masih sehat meski usianya sudah sekitar 85 tahun).
Waktu rombongan kami datang bersama Bapak dan kebetulan Bunda Nea yang ada di belakang Bapak, Mbah Abu Putri langsung menangis memeluk Bunda Nea.
"Oalah Peni...Peni..Kok ra tau bali yo nang Wonosobo? Mbah kangen...kepingin cerito akeh. Ojo cepet-cepet bali yo,Pen. Turu kene wae yo karo Mbah. Endi bojomu? Endi anak-anakmu?!" (Oalah Peni...Peni...kok nggak pernah pulang ke Wonosobo? Mbah kangen ingin cerita banyak. Jangan cepat-cepat pulang ya, Pen. Tidur sini saja sama Mbah. Mana suamimu? Mana anak-anakmu?).
Bunda Nea yang tadinya sudah mau terharu malah senyam senyum sambil memegang tangan Mbah Abu Putri.
"Mbah...niki Nea, sanes Mbak Peni. Mbah keliru nggih. Mbak Peni niki mbah. (Mbah...ini Nea, bukan mbak Peni. Mbah salah ya. Mbak peni yang ini),"celetuk Bunda diiringi tawa beberapa orang di dalam rumah.
Selain Mbah Abu, ada Paklik Untoro, Bulik Iin, Bulik Sahid, Bulik Yul, Om Bambang dan Mak-e (kakaknya ibu yang dulu memelihara kami sewaktu masih kecil) juga sempat terkecoh. Mak-e malah sudah sempat ngunyel-ngunyel Bunda Nea dan nepuk-nepuk pipi Bunda Nea dengan mata berkaca-kaca. Dikiranya Mama...
Dua tahun lalu waktu pernikahan Om Topan, mereka juga sulit membedakan Mama dan Bunda Nea di acara resepsi pernikahan. Mbah juga sudah sempat nangis-nangis dan memeluk Bunda Nea yag dikiranya Mama. Oalah....

1 comment:

Me said...

He..he...serupa tapi tak sama.