Semakin besar, adik Shaki yang bentar lagi ultah kedua, ternyata justru makin cengeng. Sedikit-sedikit merengek dan menangis. Malah jika tak ada satupun orang rumah yang memperhatikan tangisannya, ia tak segan melempar mainan atau benda apapun yang ada di dekatnya sambil berteriak-teriak. Aduh!
Dulu sih kami senang-senang saja melihat tingkah adik dan bahkan menganggap kebiasaannya itu sebagai sebuah hal yang lucu. Apalagi ayah dan kak Naomi justru sering menggoda dan membuat tangisan adik makin kencang.
Tapi lama-lama kami terganggu juga dengan gaya tangisan dia yang kadang terkesan dibuat-buat untuk mencari perhatian. Apalagi biasanya ia meminta perhatian ketika kami semua sedang sibuk.
"Aduh dek, jangan ganggu kakak dong. Kakak kan lagi belajar. Mamaaa...Ayah...adek nih! Naomi kan lagi belajar,"begitu kakaknya sering berteriak dari kamar tiap si adik datang menganggu.
Kalau sudah begitu, biasanya si adik langsung menangis sambil mengatakan kata-kata yang kami sendiri tak paham maksudnya. Setiap saya atau ayahnya mendekat dan membujuknya agar ia tak menganggu, justru adik marah sambil tangannya memukul-mukul wajah atau tangan kami.
"Ayah.. nggak au...itu Mimi...,''ucapnya tak jelas sambil menangis. Ia memang biasa menyebut kakaknya dengan panggilan Mimi.
"Adik nggak boleh ganggu ya, Kakak Naomi kan lagi belajar. Nanti kalau kakak sudah selesai, baru main sama lagi. Boleh ya?'' bujuk ayahnya tiap si adik mulai usil.
Sayangnya bujuk rayu ayahnya atau saya sering tak mempan juga meski kami sudah melakukan berbagai cara. Justru tangisnya makin kencang dan menjadi. Kalau sudah begini, biasanya kami biarkan dia menangis dan baru berhenti setelah adik merasa kecapekkan. Kasihan juga sebenarnya.
Yang lebih parah lagi, tangisan dia yang melengking itu juga tak bisa dihentikan ketika tengah malam kami terlambat membuatkan susu botol. Padahal saya sudah berupaya agar susu bisa cepat dibuat. Tiap malam, sengaja kami sudah siapkan tiga botol sekaligus berisi air hangat. Ketiganya saya letakkan tak jauh dari adik sehingga mudah saya jangkau kalau malam dia terbangun minta susu. Pokoknya tinggal tuangkan susu bubuk dan kocok saja. Praktis kan?
Tapi ya itu tadi, entah karena adik yang tidak sabar atau bawaan dia yang cengeng. Terlambat sedikit saja, sudah pasti dia menangis sambil melempar botol susu yang sebenarnya sudah siap dia minum. Weleh!
Kalau sudah begini biasanya saya bawa dia ke luar kamar sambil diayun-ayun di gendongan hingga dia tertidur dengan botol susunya. Capek juga sih kalau tiap malam harus seperti itu, apalagi juga tetangga sebelah pasti terganggu.
Sampai pada suatu hari, secara tidak sengaja ternyata si Kakak berhasil menemukan "obat" jitu untuk menghentikan tangisan adik. Kala itu, dia sedang asyik bermain games di ponsel saya dan seperti biasanya, adik datang menganggu. Mereka berebut ponsel dan berujung dengan tangisan si adik. Yah...begitulah! Dan entah karena lagi iseng atau apa, diam-diam si kakak merekam suara tangisan adiknya lewat fasilitas recording yang ada di dalam ponsel. Tak lama kemudian suara tangisan itu diputar lagi. Lucunya, adik yang sedang menangis meraung-raung langsung berhenti. Malah dia langsung tertawa-tawa mendengar rekaman itu dan seolah lupa bahwa dia baru saja menangis menjerit-jerit.
"Mama...Naomi sudah menemukan obat ajaib biar adik nggak cengeng lagi,"cetus anak sulung saya kegirangan.
"Kok kakak tahu caranya, siapa yang ngajarin?''tanya saya ketika itu. Sekadar ingin tahu pasti.
"Ya iseng aja. Tadi kan adik nggak berhenti-henti nangisnya makanya Naomi rekam. Pas dia dengerin lagi suaranya, ia langsung berhenti nangis. Malahan ketawa-tawa gitu,"ujar kakaknya senang.
Sejak saat itu tiap adik menangis, kami cepat-cepat mengambil ponsel dan memutar rekaman tangisannya. Dijamin dia langsung berhenti menangis dan tertawa kegirangan. Rasanya kini kami tak perlu lagi merasa sungkan dengan tetangga karena kami telah menemukan obat cengeng ajaib untuk adik.(*)
16 February 2008
Obat Cengeng Ajaib...
Posted by Rumah naomi&shaki at 3:25 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment