28 May 2008

Kepedihan itu Kini Bernama Pernikahan...


Kau membuat ku berantakan...kau membuat ku tak karuan
Kau membuat ku tak berdaya...kau menolakku acuhkan diriku
Bagaimana caranya untuk...meruntuhkan kerasnya hatimu
Ku sadari ku tak sempurna...ku tak seperti yang kau inginkan
Kau hancurkan aku dengan sikapmu...tak sadarkah kau telah menyakitiku
Lelah hati ini meyakinkanmu...cinta ini membunuhku
Bagaimana caranya untuk...meruntuhkan kerasnya hatimu
Ku sadari ku tak sempurna...ku tak seperti yang kau inginkan...


Lagu dari D'Masiv yang selalu diputar teman-temanku di kantor, kini makin terasa miris di telingaku setelah seorang teman, yang sebelumnya aku kenal sebagai wanita tangguh dengan sense of fight yang luar biasa dalam hidupnya, harus mengalami kerapuhan dalam pernikahannya.
Kesabaran dan toleransi pada sang suami yang selalu ia jaga hingga sebelas tahun usia perkawinan mereka, kini luluh oleh batas kesabarannya yang telah habis.
"Aku lelah...capek. Rasanya tak kuat lagi harus mempertahankan semua ini,"ujarnya parau dengan linangan air mata yang deras.
Aku hanya terpekur mendengarnya. Sesekali kukatakan bahwa ia sebaiknya bersabar karena mungkin Allah SWT tengah memberinya ujian.
"Aku cuma ingin satu hal, suamiku berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tapi percuma. Aku nggak kuat lagi,"tuturnya sendu.
Dengan terbata-bata dan sesekali harus mengusap air mata yang jatuh di pipinya, ia bercerita bahwa kekuatan cinta yang selama ini ia rasakan harus runtuh perlahan-lahan karena sikap suaminya yang seolah tak mau peduli dengan persoalan yang dihadapi mereka dari hari ke hari.
"Apa salahnya dia sedikit mengerti dan mengalah. Jangan egois dan mengejar impiannya yang memang nggak sanggup dia wujudkan kalau hanya membuat anak istrinya menderita,"keluhnya lagi.
Wajah putihnya yang biasanya selalu berseri dan optimis, samar kulihat karena kepedihan hati yang telah dipendam lama. Benarkah semua itu karena semata keegoisan suaminya sehingga untuk mempertahankan pernikahan mereka pun kini terasa sangat berat? Ataukah karena memang pernikahan yang telah memasuki usia sepuluh tahun selalu membawa hal yang terkadang terasa menyesakkan bagi seorang wanita? Mungkin saja.
Meski tak seberat yang dia rasakan, harus aku akui ada banyak perubahan juga yang aku alami dalam pernikahanku yang kini menginjak usia kesepuluh. Tentang sikap kami dalam memandang sebuah persoalan, perbedaan yang kadang menjadi pemicu pertengkaran kecil, rasa takut tak mampu memberikan kebahagiaan, sikap suami yang tak semesra dulu, dan perasaan-perasaan lain yang terkadang muncul secara tiba-tiba.
Benarkah mereka yang tak mampu mempertahankan pernikahan mereka sendiri, karena salah satu pihak tak mau berkompromi pada pasangannya dan membiarkan perasaan-perasaan itu berkembang menjadi sebuah kepedihan? Entahlah...!(***)

No comments: