25 April 2008

Ratnaningsih yang tak Terlupakan



Gedung tua berlantai dua di kawasan Sagan Yogyakarta itu, sekilas meninggalkan kesan seram dan kumuh. Meski sebenarnya di dalam bangunan yang sudah berusia puluhan tahun, tinggal puluhan mahasiswi dari berbagai jurusan dan daerah yang berbeda, termasuk aku.
Bersama sekitar 90 orang, aku memang pernah tinggal di asrama putri bernama Ratnaningsih itu selama hampir dua tahun.
Jangan tanya, berapa banyak kenangan yang sudah aku ukir selama aku menjadi penghuninya karena memang teramat banyak. Meski awalnya aku sempat hampir patah arang menjalani tradisi "ritual" yang harus dilakukan calon penghuni baru di asrama tersebut.
Ya...tradisi buku putih! Lewat buku berukuran kecil itu, kami harus siap menjadi "manusia-manusia" tahan cobaan selama hampir tiga bulan.
Kami harus mendapatkan tanda tangan dari semua penghuni asrama. Satu persatu dengan cara mendatangi kamar mereka. Mengetuk pintu kamar, menyapa sopan sambil tetap berdiri di depan pintu yang tertutup, menunggu jawaban dari mereka apakah bersedia atau tidak kami temui. Jika tidak bersedia, jangan sekali-kali memaksa. Bisa berabe terkena "dampratan" mereka yang kadang terdengar tak manusiawi.
Kalau kebetulan ada yang berbaik hati mau menerima, jangan senang dulu. Sebab itu baru dimulai. Di dalam kamar, terutama jika penghuninya lagi bergerombol (ini yang palis apes), kami harus siap jadi bulan-bulanan. Ditanya dan disuruh-suruh melakukan sesuatu yang kadang terkesan mengada-ada.
Seperti itu harus kami lakukan selama lebih kurang tiga bulan.
Belum lagi tugas piket mingguan yang meliputi mengepel aula, ruang tamu dan kantor, mengatur uang makan selama sebulan untuk seluruh penghuni dan sekaligus membelanjakannya di pasar tradisional. Mungkin kalau jumlah uangnya agak banyak, tidak masalah bagi kami untuk mengatur menu yang bergizi.
Tapi dari sekian banyak aturan yang diterapkan calon penghuni, larangan untuk pulang selama masa orientasi, terasa berat. Apalagi untuk kami yang sudah biasa pulang tiap dua minggu atau sebulan sekali.
Puncak dari masa orientasi tersebut adalah malam pendadaran. Mirip dengan Opspek dimana semua penghuni asrama boleh "mengerjai" kami sepuasnya. Malah tidak dilarang membuat calon penghuni menangis atau bahkan histeris. Tapi, itu semua tentu saja adalah permainan. Sebab setelah masa pendadaran selesai, semua perasaan tertekan dan mungkin dendam pada penghuni lama, sirna. Yang tinggal adalah rasa pertemanan dan persahabatan yang tak akan terlupakan. Sampai kapanpun.(***)

*) untuk teman-teman penghuni asrama putri UGM Ratnaningsih, salam kangen. Dimanakah kini kalian?

21 April 2008

Ketemu pak Wawako




Foto-foto ini diambil saat ayah dan teman-temannya di Batam Bikers bersilaturahmi ke rumah wakil Walikota Batam, Bpk Ria Saptarika di kawasan Sei Harapan Sekupang beberapa hari lalu.
Dijamu sarapan pagi dan sempat ngobrol-ngobrol dengan politisi asal PKS eh..pulangnya sempat nyasar. Malah harus berjalan berkilo-kilo demi mencari jalan keluar menuju "peradaban" ha..ha..ha. Ujung-ujungnya badan Ayah harus pegel-pegel dan seperti biasa, langganan pijat. Tukang pijatnya siapa lagi kalau bukan Mama! Halah...pijat kok terus-terusan to?
Pak Ria memang cukup care dengan kegiatan sepeda menyepeda karena salah satu anaknya juga gemar bersepeda bahkan pernah ikutan touring ke Bintan dan menjadi peserta termuda.
Semoga nggak cuma dapat dukungan, suatu saat para gowes Batam juga mendapat "hadiah" berupa kebijakan dari pemerintah kota yang "memanjakan" mereka. Contohnya dibangun jalur khusus (mirip busway di Jakarta itu lho!, khusus untuk pengguna sepeda sehingga tak terganggu dengan pengguna jalan lain yang lebih perkasa seperti mobil, bis, lori, truk penarik kontainer, dsbnya).
Atau mungkin, ada satu hari dalam seminggu yang dikhususkan bagi pekerja untuk berangkat ke tempat kerja dengan sepeda (eh...mungkin nggak ya? Lha embuh itu. Kira-kira kalau yang kerjanya kayak Mama di Batu Ampar dari rumah di Mediterania Batam Center, masih bernafas nggak kalau berangkat ngantornya pakai sepeda! He...he)
Tapi yah...namanya saja harapan, boleh to sedikit muluk-muluk. Mumpung masih bisa berharap, lha wong nggak mbayar gitu loh!...(*)

16 April 2008

Blogspot tak Bisa Dibuka?

Sudah beberapa hari ini, kok susah banget ya buka blog? Kalau kemarin-kemarin, blog dengan embel-embel multiply yang sulit diakses, kini giliran mereka yang "kost" di blogspot juga tidak bisa dibuka. Ada apa dengan blogspot?
Kalau membaca info dibeberapa forum tanya jawab, kemungkinan ini imbas dari diberlakukannya UU tentang teknologi Informasi. Hmmm...kok seperti balik lagi ke jaman penjajahan ya? Semua-semua harus dibatasi karena dianggap akan membahayakan pihak-pihak tertentu.
Tapi, bukan teknologi namanya kalau tidak ditemukan jalan keluar yang lain. Ibarat pepatah, banyak jalan menuju pasar, ternyata banyak jalan juga bisa ditempuh untuk membuka blog. Apalagi "rumah sendiri". Masak sih nggak bisa dimasuki dari "pintu" yang lain.
Untuk teman-teman sesama blogger yang masih "numpang" di blogspot, cobalah akses ke situs www.spysurfing.com ketika mengalami kesulitan membukanya. Cukup dengan memasukan nama situs milik kita dan tararaaa....kita sudah masuk di "rumah".
Jadi tidak ada istilah "tak bisa" di dunia maya ini, bukan? Sekaligus juga menghapus kekhawatiran jika sewaktu-waktu, kita dilarang masuk ke "rumah" kita sendiri oleh penguasa.
Semoga bisa membantu dan tak mengurangi semangat teman-teman untuk tetap ngeblog. Hidip blogger. Sebab blogger bukan hacker! Setuju?

15 April 2008

Selamat Ulang Tahun, Bunda Nea...


Pagi pada 14 April 1979, bapak tergopoh-gopoh pulang dari rumah sakit. Dikabarkannya berita bahagia bahwa adik kami sudah lahir dengan selamat. Tapi belum bisa dibawa pulang karena ibu kami masih perlu istirahat setelah melahirkan. Seingat kami, bapak cuma membawa sebuah bungkusan yang kami tidak tahu apa isinya. Tapi belakangan, bungkusan yang ditanam di belakang rumah kami itu ternyata ari-ari alias plasenta adik bayi yang baru lahir. Kata orang-orang tua, itu adalah nyawa adik karena selama di perut, adik mendapat makanan melalui plasenta tersebut. Itu sebabnya, bapak manut-manut saja waktu mbah menyuruh ari-ari itu dikubur dan diatasnya diberi sebuah selang kecil.
"Untuk jalan nafas,"kata mbah.
Selang sehari kemudian, adik baru kami pulang bersama ibu. Bapak ternyata sudah menyiapkan nama bagus untuk adik kami. Rini Sasiaprilleana. Rini dalam bahasa Jawa berarti anak perempuan. Sasi april artinya bulan April sedangkan leana diambil bapak dari bahasa Jawa le ono alias adanya. Jadi arti nama yang diberikan Bapak berarti anak perempuan yang ada atau lahir pada bulan April.
Di kemudian hari kami, kakak-kakaknya, memanggil adik bayi kami dengan sebutan NEA.
Hari-hari memang menjadi makin ceria dengan kehadiran tawa dan tangisnya. Nea kecil juga tumbuh seperti anak-anak lain seusianya. Yang kami ingat, tubuhnya terbilang kecil, berkulit gelap dan sudah pasti berambut tipis kemerahan seperti rambut jagung. Istilah di tempat kami: rambut bondis.
Kemanapun kakak-kakaknya bermain, dia pasti nginthil alias ngekor. Kami bermain jumpletan (petak umpet) hingga sembunyi sampai ke sawah-sawah dekat kuburan, dia pun ikut. Ibu juga agaknya seneng-seneng saja Nea kecil main ikut kakak-kakaknya, mungkin biar kerepotan mengurus rumah bisa terbantu kala itu.
Banyak peristiwa yang pasti tidak akan kami lupakan di masa kecil kami dulu. Memiliki teman-teman yang banyak, saudara-saudara sepupu yang tinggal tak berjauhan dan tempat bermain yang menyenangkan di sekitar rumah. Namun kebahagiaan kami harus terenggut.
Minggu, 9 September 1991, seorang pria muda datang tergopoh-gopoh. Memberitahukan dengan terengah-engah bahwa bapak harus segera ke rumah sakit.
"Ibu kecelakaan pak. Jatuh dari sepeda motor,"kata anak muda itu.
Ibu memang pamitan pada bapak mengambil tip-ex yang ketinggalan di laci meja tempat ibu mengajar di sebuah desa terpencil di kecamatan Kertek, Wonosobo.
Tip-ex transparan yang tertinggal itu harus diambil karena ibu perlu membetulkan beberapa nama di atas undangan pernikahan adik bungsunya minggu depan.
Bapak langsung beranjak ke rumah sakit. Meski seribu tanya ada dibenaknya, sedapat mungkin beliau berprasangka baik bahwa ibu tidak mengalami luka yang cukup parah.
Nea kecil ketika itu juga belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ia dan Topan, adik bungsu kami yang kala itu baru berusia 9 tahun, hanya melihat orang-orang menangis tersedu-sedu. Hati kecilnya mungkin bertanya, mengapa orang-orang ini menangis? Apa yang terjadi pada ibu kami?
Dan semua tanyanya terjawab ketika menjelang Maghrib, sebuah keranda tertutup kain hijau, perlahan-lahan diusung menuju rumah mbah Putri, orangtua ibu kami. Tangis orang disekelilingnya kian kencang. Malah dilihatnya beberapa buliknya menangis sambil berteriak histeris.
Ia dan Topan kecil yang tidak tahu apa-apa ikut-ikutan menangis. Tapi tangis itu langsung meledak saat keranda dibuka. Di dalamnya, sesosok tubuh yang sangat dikenalnya telah terbujur kaku dalam balutan kain kafan putih. Ibu! Ya..ibu kami memang meninggal dalam kecelakaan itu. Meski tidak ada luka di tubuhnya, tapi benturan yang sangat keras di kepalanya membuat nyawa ibu tak bisa ditolong lagi.
Nea kecil hanya bisa menangis tersedu-sedu. Sendirian. Tanpa tangisan histeris. Barangkali hanya hati kecilnya yang bertanya; Ya Allah...mengapa begitu cepat Kau panggil ibu kami? Mengapa tak Kau beri umur panjang pada ibu sehingga beliau bisa melihat kami tumbuh besar?"
Kenangan manisnya bersama ibu saat diajak beliau mengajar di sekolah yang berada di tempat terpencil itu, jelas tak akan mungkin hilang. Kenangan ketika ibu dengan rela menjahit baju-baju dan sepatu bekas untuk diberikan pada murid-muridnya yang masih nyeker, masih melekat erat. Bahkan sampai kapanpun.
Hari-hari setelah itu, Nea kecil memang tumbuh sebagai gadis cilik yang mungkin kesepian. Hanya bapak dan Topan yang menjadi saksi, ia tumbuh menjadi seorang gadis. Satu persatu, kakak-kakaknya memang harus pergi untuk menuntut ilmu dan menikah. Sungguh, hidup dengan rasa kesepian itu pasti menjadi masa sulit untuk gadis cilik seusianya.
Tapi...kini Nea kecil bukan lagi gadis cilik bertubuh gelap dan berambut bondhis seperti dulu. Dia sekarang adalah seorang anak yang ingin berbakti pada bapak, istri yang setia bagi suaminya dan ibu yang baik bagi anaknya.Semoga!(***)


Selamat ulangtahun, Bunda! We love you!
(Dari Naomi dan Shaki di Batam)

05 April 2008

Hore..Akhirnya Bunda Nea Punya Blog


Ternyata virus blog sudah menulari Bunda Nea dan pak Maula. Mereka kini sudah punya "rumah" sendiri sebagai tempat untuk mencurahkan perasaan, untuk mendapat kenalan baru di dunia maya dan tentu saja media untuk narsis bersama. Ha..ha
O..iya ini alamat blog mereka http://pondokmusyafa.blogspot.com silahkan mampir ya. Tuh ada link-nya di sebelah kiri.
Senang rasanya melihat dan bertemu saudara sendiri di dunia maya. Apalagi antara Bunda Nea dan pak Maula, keduanya memang sama-sama senang menulis. Dulu di kampus, keduanya juga sama-sama mengelola koran kampus (Ssst...makanya mereka saling jatuh cinta sampai kemudian married dan berhasil "mbrojolin" si thole Syarif Tahmid Musyafa' alias Sheva. Hi..hi..hi).
Sebelum jadi PNS seperti sekarang, Bunda juga sebenarnya ingin jadi wartawan. Apalagi kemampuan menulisnya juga cukup teruji. Yang paling heboh sih waktu dulu Bunda jadi juara dua lomba menulis Majalah Mop untuk seluruh penulis muda se-Jawa Tengah. Hadiahnya..apa ya? Lupa! Tapi yang bikin ngenes karena si Bunda berangkat sendiri ke Semarang tanpa ada yang menemani untuk mengambil hadiah (hu..hu..hu sedih mendengarnya). Soalnya sejak Bunda Nea berumur 12 tahun, Bunda seperti halnya saudara-saudaranya yang lain, harus rela hidup mandiri sejak ibu kami meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas yang cukup tragis pada tahun 1991.
Peristiwa kecelakaan itu memang telah membuat kami menyadari bahwa hidup yang akan kami jalani terasa lebih sulit dan berat.
Tapi syukurlah, Bunda kini sudah memiliki pak Maula. Pria asal Cirebon yang kini menjadi seorang wartawan di Radar Banyumas, tampaknya selalu menyayangi Bunda dan anak mereka Sheva, meski cobaan satu persatu sudah pernah menganggu pernikahan mereka.(***)

03 April 2008

Bintang


Paling enak kalau pas lagi suntuk bin bete di kantor, mendengarkan lagu-lagu yang bisa menghilangkan rasa nggak enak itu. Salah satunya lagu dari grup band Anima yang berjudul Bintang.
Terlebih ketika suasana kantor sedang tidak banyak orang dan cuaca di luar nggak begitu panas, hmm..benar-benar bisa terhanyut. Sesaat lupa dengan sesuatu yang sudah bikin suntuk. Coba deh...

kan ku abaikan
sgala hastratku
agar kamu tenang dengan nya
ku pertaruhkan
semua ragaku
demi dirimu bintang

reff:
biarkan ku menggapaimu
memelukmu
memanjakanmu
tidurlah kau di pelukku
di pelukku
di pelukku

biar ku tunda
segala hasratku
tuk miliki dirimu
karna semua
tlah tersiratkan
dirimu kan milikku

Hingga kau mimpikan aku,
mimpikan kita,
mimpikan kita
Jangan pernah kau terjaga,
dari tidurmu,
di pelukanku...

02 April 2008

Kebanjiran Seleb Ibukota


Semalam Ayah dan Kak Naomi nonton konser Nidji dan Peterpan di Stadion Temenggung Abdul Jamal. Sejak jam 19.30 usai sholat Isya, mereka sudah berangkat dan rela berdesak-desakan diantara ribuan penonton yang kebanyakan muda mudi Batam.
Hampir tiap ada konser musik di Batam terutama jika menghadirkan artis atau band papan atas seperti Iwan Fals, Dewa 19, Slank, Gigi, Jamrud (almarhum) dan sebagainya, Ayah selalu meluangkan waktu untuk nonton.
Katanya sih, disitulah dia bisa bebas berjingkrak-jingrak sambil bernyanyi-nyanyi tanpa ada yang protes dan "ngeruh-ruhi" (mengomentari).
Dan ketika mendengar Nidji dan Peterpan akan manggung bareng di Batam, jauh hari Ayah memang sudah janji mau mengajak kak Naomi nonton konser dua grup band yang lagi naik daun ini karena Kakak memang ngefans berat sama keduanya.
Bagi anak-anak Nidji dan Peterpan, ini bukan kali pertama mereka tampil di Batam. Kalau nggak salah sih sudah ketiga kalinya.
Sejak masuk dalam kategori kota besar, Batam memang selalu ramai kedatangan para seleb ibukota. Hampir tiap minggu selalu saja ada yang datang. Entah itu penyanyi, pemain sinetron, presenter atau artis yang kadang namanya belum terkenal tapi gayanya sudah ngartis banget.
Umumnya mereka datang karena memenuhi undangan dari kafe-kafe atau pub yang jumlahnya kian banyak di Batam, jadi host sebuah acara, mempromosikan produk dan kebetulan si artis jadi model iklannya atau karena undangan dari pihak pemerintah.
Sebagian sempat mampir di kantor Tribun untuk keperluan promosi di media lokal. Yah...itung-itung sambil menyelam minum air lah.
Namanya juga artis, macam-macam sekali gaya mereka ketika berkunjung ke kantor kami. Ada yang memang sikapnya down to earth alias ramah-ramah seperti para personil Ungu, Katon Bagaskara, Intan Nuraini, Ikang Fauzi, personil Letto (yang ini malah katanya berasa ada di Yogya secara di Tribun banyak banget yang berasal satu kota dengan mereka).
Ada juga yang gayanya memang jaim dan sedikit borju seperti Venna Melinda, Lula Kamal dan sudah pasti Mayangsari. Tapi ya so what gitu loh. Namanya juga artis, memang harus begitu kali ya gaya mereka.
Buat kami sih asyik-asyik saja. Minimal bisa melihat wajah mereka dari dekat, foto-foto dan menyalami tangan mereka yang halus tanpa harus berdesak-desakan.
(Oalah...dasar wong ndeso...gitu aja rasanya sudah seneng banget!)

*)Foto hasil jepretan Iman Suryanto-fotografer Tribun Batam

01 April 2008

Jatuh Cinta pada "Fahri"...


Entah karena terpengaruh romansa film Ayat-ayat Cinta atau karena memang sosok seperti Fahri adalah gambaran tipe pria ideal sebagai seorang suami, beberapa hari ini kok terbayang-bayang terus wajahnya ya?(Ha..ha..ha).
Apalagi si "Fahri" tadi pagi sempat muncul sebagai bintang tamu di acara Dorce Show di Trans TV.
Gayanya tetap cool dan image Fahri masih melekat meski pagi itu dia diperkenalkan sebagai Fedi Nuril. Si pemeran Fahri ini memang menjadi orang yang menurutnya, mendapat berkah, setelah bermain sebagai aktor utama di film garapan Hanung Bramantyo itu. Tidak saja karena ia mendadak menjadi aktor pria yang "digilai" banyak perempuan di negeri ini (bahkan katanya ada yang nekat minta dikawinin dan ikhlas jika kelak Fedi mem-poligami-dirinya....waduh!), tapi karena Fedi mengakui setelah memainkan sosok Fahri, ia lebih mengenal Islam lebih dalam yang kini diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.Oh..so sweet. Sepertinya setelah ia katakan hal itu, makin banyak perempuan-perempuan yang akan "jatuh cinta" pada dirinya ya?
Tapi semoga perasaan itu hanya muncul sesaat saja, sebagai bagian dari sifat perempuan yang pada dasarnya memang gampang tersentuh dengan ketulusan dan romantisme.(Hmmm...opo tho iki maksude...?.